- Perubahan sistem pendidikan tinggi terjadi di berbagai
negara dan perubahan tersebut umumnya meliputi kebutuhan untuk otonomi
yang lebih luas. Perubahan tersebut tidak terjadi tanpa adanya ketegangan.
Oleh karena itu seluruh pelaku perubahan harus yakin akan
nilai/hakekat/norma perubahan tersebut, paling tidak ditinjau dari
perspektif kepentingan nasional dan bukan dari perspektif kepentingan
individu. Seperti halnya di berbagai negara, pemahaman nilai/hakekat/norma
perubahan tersebut ternyata masih rancu dan rentan terhadap penyalah
gunaan.
- Pada perguruan tinggi yang bersangkutan, pemahaman akan
perubahan tersebut masih rancu karena adanya benturan kepentingan sebagian
personil perguruan tinggi. Oleh karena itu diperlukan adanya suatu
pemahaman publik tentang manfaat perubahan tersebut, tidak hanya pada
tingkat perguruan tinggi akan tetapi juga pada tingkatan pemerintah dan
lembaga legislatif. Dengan demikian diperlukan adanya pendefinisian
terhadap tingkat otonomi yang diharapkan untuk setiap jenjang beserta
argumentasi pendukungnya.
- Dalam konsep PTN-BH yang telah dicanangkan, ditetapkan
bahwa otonomi diberikan kepada perguruan tinggi negeri agar dapat berperan
sebagai kekuatan moral, dan hal ini merupakan salah satu aspek penting dalam
reformasi pendidikan tinggi yang saat ini sedang dijalankan. Namun
pengertian “kekuatan moral” tersebut masih abstrak dan perlu penterjemahan
dalam bentuk rambu/panduan pelaksanaan untuk tiap perguruan tinggi. Tanpa
adanya kejelasan tersebut, dikhawatirkan terjadinya penterjemahan otonomi
secara bebas oleh setiap pihak yang berkepentingan yang disesuaikan dengan
kepentingan pribadi masing-masing. Otonomi pengelolaan keuangan mungkin
diterjemahkan oleh para dosen sebagai kenaikan gaji, yang kemudian dapat
berakibat kepada kenaikan SPP mahasiswa. Otonomi bagi mahasiswa mungkin
diterjemahkan sebagai kebebasan mahasiswa untuk bertindak bebas termasuk
misalnya menolak kenaikan SPP. Kementrian Keuangan mungkin menterjemahkan
otonomi sebagai lepasnya tanggung jawab untuk pendanaan perguruan tinggi
yang dapat berakibat kepada hilangnya fungsi pemerintah untuk
menyelamatkan tugas mulia yang harus diembannya.
- Tidak adanya konsensus ataupun kesamaan persepsi
mengenai otonomi tersebut akan menyebabkan terjadinya kondisi yang tidak
menentu. Oleh karena itu saat ini dibutuhkan suatu pemahaman secara
nasional yang utuh mengenai otonomi yang dapat menggalang peran seluruh
pihak yang berkepentingan (stakeholders), di mana setiap kelompok harus
bersedia sedikit berkorban.
- Untuk dapat menyamakan persepsi tentang otonomi
tersebut, salah satu argumentasi yang harus digunakan adalah bahwa
perguruan tinggi harus melakukan berbagai perubahan kearah otonomi dalam
rangka pengembangan sumber daya manusia abad 21. Jelas bahwa kecepatan
perubahan global akan membutuhkan sumber daya manusia dengan kemampuan
yang adaptif dan lentur/luwes, mempunyai kemampuan belajar sepanjang
hayat, kritis, inovatif, kreatif dan mampu bekerja sama.
- Untuk perguruan tinggi, hal ini berarti bahwa perguruan
tinggi harus mampu lebih adaptif dan lentur/luwes, dengan kemampuan
fasilitas untuk merespons setiap perubahan dengan cepat. Perguruan tinggi
harus dapat mendeteksi secara dini perubahan yang akan terjadi dan
mempunyai kapasitas untuk mengembangkan program baru ataupun menutup
program yang sudah ada sesuai perkembangan yang ada di masyarakat.
- Untuk dapat melakukan hal tersebut di atas, maka
perguruan tinggi harus mempunyai otonomi dalam kadar yang cukup
signifikan. Dengan adanya otonomi tersebut maka perguruan tinggi dapat
merancang kurikulumnya dan melakukan perubahan terhadap kurikulum
tersebut, dapat melakukan pengelolaan staf/personil disesuaikan dengan
beban kerja yang ada (termasuk relokasi/mutasi/penugasan lain),
dapatsumber daya yang ada disesuaikan dengan perubahan yang terjadi, dan
mampu mengubah struktur manajemen yang memungkinkan otonomi dilaksanakan
dengan baik.
- Ada 2 keuntungan dengan adanya otonomi yaitu 1) tingkat
akuntabilitas yang lebih tinggi dan 2) kemampuan pemerintah untuk
menerapkan kebijakannya kepada perguruan tinggi. Ke dua keuntungan
tersebut tampaknya kontradiksi dengan pemahaman otonomi selama ini yang
seolah-olah memberikan kebebasan yang seluas-luasnya.
- Pendekatan otonomi dalam pendanaan perguruan tinggi
ditekankan kepada perhitungan berbasis keluaran (output) dan bukan
berbasis masukan (input). Untuk ini perlu pendefinisian keluaran secara
cermat dan dapat digunakan oleh masyarakat untuk mengukur keluaran yang
dihasilkan oleh perguruan tinggi dalam bentuk jumlah lulusan, mutu lulusan
dan relevansinya dengan kebutuhan nasional. Hal ini untuk menunjukkan
akuntabilitas publik terhadap dana yang digunakan oleh perguruan tinggi.
Pendanaan yang berbasis masukan ( misalnya berdasarkan jumlah dosen)
mempunyai risiko yang lebih besar kearah penyalahgunaan karena akan lebih
banyak digunakan untuk kepentingan pribadi dosen dan tidak mengarah kepada
produktivitas lembaga. Akibatnya efisiensi penggunaan dana tidak dapat
tercapai.
- Dengan adanya otonomi memungkinkan pemerintah untuk
menetapkan kebijakannya secara lebih tegas kepada perguruan tinggi, hal
ini tampaknya kontradiksi namun apabila dilihat dari mekanisme pendanaan
pemerintah yang didasarkan kepada keluaran maka perguruan tinggi dapat
diarahkan supaya memperhatikan kepentingan nasional.
- Beberapa kepentingan nasional yangmenjadi perhatian
perguruan tinggi:
a. kontribusi kepada pertumbuhan ekonomi dan pemberdayaan otonomi daerah
b. responsif terhadap perkembangan/perubahan tuntutan dunia kerja
c. perluasan wawasan peserta didik melalui program lintas disiplin
d. promosi dan mengamankan bidang-bidang studi unggulan dan penting serta langka
e. menuju peningkatan mutu dan keunggulan
f. mengamankan pendidikan bagi mereka yang kurang mampu
g.peningkatan efisiensi dalam pemanfaatan sumber daya - Mekanisme pendanaan pemerintah untuk perguruan tinggi
akan diarahkan berbasis keluaran yang ditujukan agar kebijakan tersebut di
atas dapat diemban oleh perguruan tinggi.
- 13.Untuk dapat mencapai sasaran kebijakan tersebut di
atas, maka perguruan tinggi perlu mempunyai fasilitas/kemungkinan untuk
beroperasi secara otonom (misalnya dalam hal kurikulum, ketenagaan dan
keuangan) dan mempunyai kapasitas serta kemauan untuk melaksanakannya
(secara manajerial). Fasilitas dimaksud harus diberikan dalam suatu
kerangka legislatif yang menjamin konsistensi seluruh pihak yang terkait.
Kapasitas managerial harus dibentuk di dalam perguruan tinggi itu sendiri.
- Berbagai perubahan yang harus terjadi secara
komprehensif untuk keberhasilan pelaksanaan otonomi adalah :
a. perubahan kebijakan pemerintah terhadap pendidikan tinggi
b. kerangka legislatif dan pengaturan tentang hakekat otonomi
c. kebutuhan akan akuntabilitas
d. mekanisme pendanaan
e. kesiapan perguruan tinggi untuk mengemban otonomi - Hambatan pelaksanaan otonomi di beberapa negara terjadi
karena fokus perhatiannya hanya pada satu atau dua aspek tersebut di atas
tanpa memperhatian aspek lainnya. Untuk keberhasilan otonomi, diperlukan
adanya pembenahan seluruh aspek tersebut di atas.
Sabtu, 22 Agustus 2015
MANFA'AT PTNBH
Abdullah Azam
Author & Editor
Has laoreet percipitur ad. Vide interesset in mei, no his legimus verterem. Et nostrum imperdiet appellantur usu, mnesarchum referrentur id vim.
13.04
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar