Sabtu, 22 Agustus 2015

MANFA'AT PTNBH



  1. Perubahan sistem pendidikan tinggi terjadi di berbagai negara dan perubahan tersebut umumnya meliputi kebutuhan untuk otonomi yang lebih luas. Perubahan tersebut tidak terjadi tanpa adanya ketegangan. Oleh karena itu seluruh pelaku perubahan harus yakin akan nilai/hakekat/norma perubahan tersebut, paling tidak ditinjau dari perspektif kepentingan nasional dan bukan dari perspektif kepentingan individu. Seperti halnya di berbagai negara, pemahaman nilai/hakekat/norma perubahan tersebut ternyata masih rancu dan rentan terhadap penyalah gunaan.
  2. Pada perguruan tinggi yang bersangkutan, pemahaman akan perubahan tersebut masih rancu karena adanya benturan kepentingan sebagian personil perguruan tinggi. Oleh karena itu diperlukan adanya suatu pemahaman publik tentang manfaat perubahan tersebut, tidak hanya pada tingkat perguruan tinggi akan tetapi juga pada tingkatan pemerintah dan lembaga legislatif. Dengan demikian diperlukan adanya pendefinisian terhadap tingkat otonomi yang diharapkan untuk setiap jenjang beserta argumentasi pendukungnya.
  3. Dalam konsep PTN-BH yang telah dicanangkan, ditetapkan bahwa otonomi diberikan kepada perguruan tinggi negeri agar dapat berperan sebagai kekuatan moral, dan hal ini merupakan salah satu aspek penting dalam reformasi pendidikan tinggi yang saat ini sedang dijalankan. Namun pengertian “kekuatan moral” tersebut masih abstrak dan perlu penterjemahan dalam bentuk rambu/panduan pelaksanaan untuk tiap perguruan tinggi. Tanpa adanya kejelasan tersebut, dikhawatirkan terjadinya penterjemahan otonomi secara bebas oleh setiap pihak yang berkepentingan yang disesuaikan dengan kepentingan pribadi masing-masing. Otonomi pengelolaan keuangan mungkin diterjemahkan oleh para dosen sebagai kenaikan gaji, yang kemudian dapat berakibat kepada kenaikan SPP mahasiswa. Otonomi bagi mahasiswa mungkin diterjemahkan sebagai kebebasan mahasiswa untuk bertindak bebas termasuk misalnya menolak kenaikan SPP. Kementrian Keuangan mungkin menterjemahkan otonomi sebagai lepasnya tanggung jawab untuk pendanaan perguruan tinggi yang dapat berakibat kepada hilangnya fungsi pemerintah untuk menyelamatkan tugas mulia yang harus diembannya.
  4. Tidak adanya konsensus ataupun kesamaan persepsi mengenai otonomi tersebut akan menyebabkan terjadinya kondisi yang tidak menentu. Oleh karena itu saat ini dibutuhkan suatu pemahaman secara nasional yang utuh mengenai otonomi yang dapat menggalang peran seluruh pihak yang berkepentingan (stakeholders), di mana setiap kelompok harus bersedia sedikit berkorban.
  5. Untuk dapat menyamakan persepsi tentang otonomi tersebut, salah satu argumentasi yang harus digunakan adalah bahwa perguruan tinggi harus melakukan berbagai perubahan kearah otonomi dalam rangka pengembangan sumber daya manusia abad 21. Jelas bahwa kecepatan perubahan global akan membutuhkan sumber daya manusia dengan kemampuan yang adaptif dan lentur/luwes, mempunyai kemampuan belajar sepanjang hayat, kritis, inovatif, kreatif dan mampu bekerja sama.
  6. Untuk perguruan tinggi, hal ini berarti bahwa perguruan tinggi harus mampu lebih adaptif dan lentur/luwes, dengan kemampuan fasilitas untuk merespons setiap perubahan dengan cepat. Perguruan tinggi harus dapat mendeteksi secara dini perubahan yang akan terjadi dan mempunyai kapasitas untuk mengembangkan program baru ataupun menutup program yang sudah ada sesuai perkembangan yang ada di masyarakat.
  7. Untuk dapat melakukan hal tersebut di atas, maka perguruan tinggi harus mempunyai otonomi dalam kadar yang cukup signifikan. Dengan adanya otonomi tersebut maka perguruan tinggi dapat merancang kurikulumnya dan melakukan perubahan terhadap kurikulum tersebut, dapat melakukan pengelolaan staf/personil disesuaikan dengan beban kerja yang ada (termasuk relokasi/mutasi/penugasan lain), dapatsumber daya yang ada disesuaikan dengan perubahan yang terjadi, dan mampu mengubah struktur manajemen yang memungkinkan otonomi dilaksanakan dengan baik.
  8. Ada 2 keuntungan dengan adanya otonomi yaitu 1) tingkat akuntabilitas yang lebih tinggi dan 2) kemampuan pemerintah untuk menerapkan kebijakannya kepada perguruan tinggi. Ke dua keuntungan tersebut tampaknya kontradiksi dengan pemahaman otonomi selama ini yang seolah-olah memberikan kebebasan yang seluas-luasnya.
  9. Pendekatan otonomi dalam pendanaan perguruan tinggi ditekankan kepada perhitungan berbasis keluaran (output) dan bukan berbasis masukan (input). Untuk ini perlu pendefinisian keluaran secara cermat dan dapat digunakan oleh masyarakat untuk mengukur keluaran yang dihasilkan oleh perguruan tinggi dalam bentuk jumlah lulusan, mutu lulusan dan relevansinya dengan kebutuhan nasional. Hal ini untuk menunjukkan akuntabilitas publik terhadap dana yang digunakan oleh perguruan tinggi. Pendanaan yang berbasis masukan ( misalnya berdasarkan jumlah dosen) mempunyai risiko yang lebih besar kearah penyalahgunaan karena akan lebih banyak digunakan untuk kepentingan pribadi dosen dan tidak mengarah kepada produktivitas lembaga. Akibatnya efisiensi penggunaan dana tidak dapat tercapai.
  10. Dengan adanya otonomi memungkinkan pemerintah untuk menetapkan kebijakannya secara lebih tegas kepada perguruan tinggi, hal ini tampaknya kontradiksi namun apabila dilihat dari mekanisme pendanaan pemerintah yang didasarkan kepada keluaran maka perguruan tinggi dapat diarahkan supaya memperhatikan kepentingan nasional.
  11. Beberapa kepentingan nasional yangmenjadi perhatian perguruan tinggi:
    a. kontribusi kepada pertumbuhan ekonomi dan pemberdayaan otonomi daerah
    b. responsif terhadap perkembangan/perubahan tuntutan dunia kerja
    c. perluasan wawasan peserta didik melalui program lintas disiplin
    d. promosi dan mengamankan bidang-bidang studi unggulan dan penting serta langka
    e. menuju peningkatan mutu dan keunggulan
    f. mengamankan pendidikan bagi mereka yang kurang mampu
    g.peningkatan efisiensi dalam pemanfaatan sumber daya
  12. Mekanisme pendanaan pemerintah untuk perguruan tinggi akan diarahkan berbasis keluaran yang ditujukan agar kebijakan tersebut di atas dapat diemban oleh perguruan tinggi.
  13. 13.Untuk dapat mencapai sasaran kebijakan tersebut di atas, maka perguruan tinggi perlu mempunyai fasilitas/kemungkinan untuk beroperasi secara otonom (misalnya dalam hal kurikulum, ketenagaan dan keuangan) dan mempunyai kapasitas serta kemauan untuk melaksanakannya (secara manajerial). Fasilitas dimaksud harus diberikan dalam suatu kerangka legislatif yang menjamin konsistensi seluruh pihak yang terkait. Kapasitas managerial harus dibentuk di dalam perguruan tinggi itu sendiri.
  14. Berbagai perubahan yang harus terjadi secara komprehensif untuk keberhasilan pelaksanaan otonomi adalah :
    a.  perubahan kebijakan pemerintah terhadap pendidikan tinggi
    b.  kerangka legislatif dan pengaturan tentang hakekat otonomi
    c.  kebutuhan akan akuntabilitas
    d.  mekanisme pendanaan
    e.  kesiapan perguruan tinggi untuk mengemban otonomi
  15. Hambatan pelaksanaan otonomi di beberapa negara terjadi karena fokus perhatiannya hanya pada satu atau dua aspek tersebut di atas tanpa memperhatian aspek lainnya. Untuk keberhasilan otonomi, diperlukan adanya pembenahan seluruh aspek tersebut di atas.

Abdullah Azam

Author & Editor

Has laoreet percipitur ad. Vide interesset in mei, no his legimus verterem. Et nostrum imperdiet appellantur usu, mnesarchum referrentur id vim.

0 komentar: